16 April, 2008

Benarkah Kita Bangsa yang Bodoh ?

Taufik Ismail, sastrawan dan Budayawan besar yang dimiliki bangsa ini ternyata tidak cukup hanya dengan malu sebagai seorang Indonesia, namun juga telah mengambil kesimpulan bangsa ini sudah diambang kehancuran. Pernyataan inipun dipertegas oleh beberapa intelektual, sastrawan, budayawan serta yang mengaku sebagai pejuang demokrasi. Ceramah-ceramah di mimbar dan halaman-halaman koran mengutip makian dan kutukan mereka. Data-datapun dipaparkan; jumlah resmi orang miskin 39,5 juta jiwa. Angka yang fantastis untuk sebuah negara yang telah merdeka 62 tahun lebih. DiAsia Tenggara indeks pembangunan manusia Indonesiamenempati posisi ke-7 di bawah Vietnam. Negara kitapun masuk Guines Book of Record karena menjadi negara perusak hutan tercepat di dunia. Walaupun telah gundul, masih saja terjadi penebangan liar yang merugikan negara sekitar USD 2 Miliar. Dengan seringnya terjadi kecelakaan transportasi beruntun dinegara kita, pemerintah AS mengeluarkan anjuran kepada warganya untuk tidak bepergian menggunakan maskapai penerbangan Indonesia. Indonesia duduk di ranking 143 dari 179 negara di dunia menurut Transparency International (IT) 2207 dengan Indeks Persepsi Korupsi(IPK) 2,3. Dengan indeks ini Indonesia sejajar dengan Gabia dan Togo dan kalah bahkan oleh Timor Leste. Pemerintah kitapun terengah-engah untuk menjaga sebuahkedaulatan, Malaysia tidak hanya berani merebut duapulau Indonesia namun juga mengklaim Lagu "RasaSayange" dan alat musik angklung sebagai milik mereka. Harian Jawa Pos (10/4) melansir berita, "Kita inisudah miskin, otak ngeres pula". Dengan paparan data,Indonesia pengakses situs porno ranking ke-7 dunia.4.200.000 situs porno di dunia, 100.000 diantaranyasitus porno Indonesia. 80% anak-anak 9-12 tahunterpapar pornografi. 40% anak-anak kita yang lebihdewasa sudah melakukan hubungan seks pranikah. Dansetiap hari kita baca kasus siswa SMP/SMA memperkosa anak SD satu-satu atau ramai-ramai. Kitapun bahkanpernah dikejutkan dengan data 97,05 % mahasiswi sebuahkota besar telah kehilangan keperawanannya. Salahkahmengajikan data dan fakta ini ?. Tentu saja tidak.Sebab kenyataan harus selalu dikabarkan. Namun bagisaya adalah kesalahan kalau hanya sekedar mengutuk danmencecerkan aib sendiri lalu kemudian pesimis dantidak berbuat apa-apa. Bahkan saya melihat adakecenderungan untuk diakui sebagai pakar ataupunaktivis harus lebih dulu berani menyematkanstigma-stigma buruk pada bangsa kita ini. Kalau orang asing menghina kita sebagai bangsa yang terbelakangdan bodoh, maka kita harus mengamini dan memaparkanbukti bahwa bangsa kita memang terbelakang. Tidak bisa kita pungkiri, kenyataan menyedihkan ini kita temukandalam dunia intelektual kita. Untuk disebut intelektual, sastrawan, budayawan dan pakar yangkritis harus berani mencari aib bangsa sendiri untukdibeberkan kepada orang asing. Apa ini namanya kalaubukan pengkhianatan ?. Tidakkah kita melihat ada tujuan-tujuan politis dibalik stigma-stigma buruk yang disematkan negara lain pada bangsa kita ?. Tidak sedikit negara yang lebih tertinggal dari Indonesia namun masih bisa membusungkan dada dan disegani didunia internasional karena mereka punya harga diri dan berusaha menjaganya. Ketika diberi stigma buruk, mereka justru melakukan usaha untuk menepis stigma itu.
Prestasi Anak Bangsa dan Penyikapan Kita
Tampak ada kecenderungan masyarakat kita lebih tertarik mengkonsumsi berita-berita pelajar yang terlibat tawuran dan yang berani tampil bugil dibanding prestasi-prestasi yang diraih anak-anak muda kita. Anggapan yang timbul puncenderung melihat anak-anak muda kita sebagai potensi masalah ketimbang sebuah harapan. Seberapa banyak dari kita yang mengenal Muh. Firmansyah Karim, pelajar SMAAthirah Makassar yang mengejutkan dunia intenasional dengan meraih medali emas tahun lalu pada ajang Olimpiade Fisika Internasional (IPhO) ke-38 di IsfahanIran. Medali emas indonesia dipersembahkan pelajarkelas I padahal hampir semua peserta olimpiade adalahkelas III SMA dan soal-soal yang diberikan setaradengan soal fisika tingkat S2/S3. Selesai upacarapemberian medali, semua orang menyalami. Prof. Yohanes Surya Ph.D pembina Tim menceritakan, "Orang Kazakhtanmemeluk erat-erat sambil berkata "wonderful job..."Orang Malaysia menyalami berkata "You did a greatjob..." Orang Taiwan bilang :"Now is your turn..."Orang filipina:"amazing..." Orang Israel "excellentwork..." Orang Portugal:" portugal is great in soccerbut has to learn physics from Indonesia", OrangNigeria :"could you come to Nigeria to train ourstudents too?" Orang Australia :"great...." Orangbelanda: "you did it!!!" Orang Rusia mengacungkankedua jempolnya.. Orang Iran memeluk sambil berkata"great wonderful..." 86 negara mengucapkan selamat. Suasananya sangat mengharukan, saya tidak bisa menceritakan dengan kata-kata.. Gaung kemenanganIndonesia menggema cukup keras. Seorang prof dari Belgia mengirim sms seperti berikut: Echo ofIndonesian Victory has reached Europe! Congratulations to the champions and their coach for these amazing successes!". Tidakkah cerita ini turut menggetarkanhati kita ?. Begitupun pada ajang olimpiade sainslainnya, pelajar-pelajar kita selalu mempersembahkan prestasi yang gemilang. Kitapun mungkin telah lupadengan Sulfahri, siswa SMA Negeri 1 Bulukumba yang telah menjadi duta Indonesia di ajang International Exhibition for Young Inventor (IEYI) di New Delhi,India 2007 dan tercatat sebagai seorang penemu mudainternasional. Begitupun Firman Jamil, seniman Indonesia asal Sul-Sel mengukir prestasi yang tidakkalah gemilangnya. Firman Jamil telah beberapa kali melanglang buana ke luar negeri, dalam rangka pementasan karya seninya. Salahsatunya, berhasil lolosseleksi pada Festival Seni Patung Outdoor di Taiwandari 165 seniman pelamar dari berbagai belahan dunia. Sayapun merasa perlu untuk menyodorkan nama cendekiawan muslim Indonesia, Dr. Luthfi Assyaukanie yang menjadi mahasiswa asing pertama Universitas Melbourne yang memenangkan "Chancellor's Prize"setelah tesis doktoralnya terpilih sebagai disertasi terbaik diantara hampir 500 tesis lainnya. Bahkan salah seorang astronot kita, Dr. Johni Setiawan tercatat sebagai 1 dari 4 orang di Jerman yang menemukan planet. Dr. J.Setiawan yang baru berusia 30tahun menemukan planet ekstra solar yang mengelilingibintang HD11977 yang berjarak 200 tahun cahaya. Yang tidak kalah gemilangnya, Bocah Indonesia, March Boedihardjo, mencatatkan diri sebagai mahasiswa termuda di Universitas Baptist Hong Kong (HKBU) dengan usia sembilan tahun. Bila lulus nanti, March akan memiliki gelar sarjana sains ilmu matematika sekaligus master filosofi matematika. Di Iran sendiri, pelajar-pelajar Indonesia diantara pelajar-pelajar asing lainnya selalu memiliki indeks prestasi tertinggi. Logikanya, jika anak-anak bangsa ini sering berprestasi bahkan sampai ajang internasional berarti memang SDM kita tidak perlu diragukan. Prestasi sesederhana apapun yang diraih anak bangsa harus didukung dan diapresiasi. Bukan dicelah atau difitnah. Bahkan sampai mengatakan prestasi olimpiade sains atauprestasi lainnya hanya kamuflase dan tidakmencerminkan kondisi pendidikan dan kualitas manusia Indonesia. Prestasi yang diraih bukanlah tujuan melainkan merupakan propaganda bahwa kitapun tidakkalah, punya daya saing dan kehormatan. Negara ini dibentuk dan diperjuangkan kemerdekaannya oleh parapendahulu bukan untuk unggul di atas bangsa-bangsa,namun agar diakui sebagai bangsa yang memiliki kedaulatan, bangsa yang akan mensejahterahkan rakyatnya. Simak saja, penggalan pidato Ir. Soekarno pada sidang BPUPKI tanggal 1 Juni 1945, "Di dalam Indonesia merdeka kita melatih pemuda kita, agar supaya menjadi kuat. Di dalam Indonesia merdeka kitamenyehatkan rakyat sebaik-baiknya."Memang saat ini kondisi sosial kita buruk, mesti kita akui itu. Namun marilah kita melihat peluang-peluang yang bisa dilakukan dan hal-hal baik yang mesti dipelihara. Lihatlah betapa banyak gunungan potensi yang dimiliki bangsa ini. Negara ini belum berakhir. Kita sudah divonis menderita krisis ekonomi akut, namun kenyataan mempertontonkan masyarakat kita masih saja mampu berjubel di mall-mall yang membuat para pengamat luar negeri terheran-heran. Sayapun tidak sepakat kalau kita disibukkan hanya dengan mengejar prestasi lalu mengabaikan kesejahteraan rakyat yang menjadi tujuan utama bangsa ini. Sebab pendidikan merupakan urusan yang lebih tinggi ketimbang menjadi juara olimpiade dan lulusUAN. Pendidikan adalah kekuatan strategis dan terpokok dalam mengeluarkan bangsa ini dari lubang derita. Pendidikan mengajarkan kita tentang identitas, harga diri bahkan ideologi sebuah bangsa. Namun, saya lebihtidak sepakat lagi dengan upaya-upaya menggembosi dan mencemooh terus menerus bangsa ini. Bagi saya itu menunjukkan bahwa kita benar-benar bangsa yang bodoh. Wallahu 'alam bishshawwab. Qom, 15 April 2008

10 April, 2008

Mengapa Kami Membela Syiah

Dan sungguh, kepada Bani Israil telah Kami berikan kitab (Taurat) kekuasaan dan kenabian, Kami anugerahkan kepada mereka rezeki yang baik dan Kami lebihkan mereka atas bangsa-bangsa (pada masa itu). Dan Kami berikan kepada mereka keterangan-keterangan yang jelas tentang urusan (agama), maka mereka tidak berselisih kecuali setelah datang ilmu setelah mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Sungguh Tuhan akan memberi keputusan kepada mereka pada hari kiamat terhadap apa yang selalu mereka perselisihkan. Kemudian Kami jadikan engkau (Muhammad) mengikuti syariat (peraturan) dari agama itu, maka ikutilah (syariat itu) dan janganlah engkau ikuti keinginan orang-orang yang tidak mengetahui. ” (Qs. Al-Jasiyah 45 : 16 – 18)
Dari ayat ini Allah SWT menjelaskan bahwa syariat yang ada dan berlaku pada Bani Israil juga berlaku untuk nabi Muhammad SAWW. Syariat yang dimaksud sebagaimana termaktub dalam ayat di atas adalah kitab, kekuasaan, kenabian, rezeki yang baik, kelebihan atas umat yang lain dan keterangan yang jelas tentang urusan agama. Pada artikel ini kita mengkhususkan pada wacana kekuasaan dan keterangan yang jelas tentang urusan agama dan adanya perselisihan dalam tubuh Bani Israil yang menurut ayat di atas juga terjadi pada ummat Nabi Muhammad SAWW. Jika kita melihat sejarah Islam dari sudut pandang peristiwa yang memanifestasikan sisi-sisi kemanusiaan, maka akan kita ketahui sejarah Islam betapa tidak ada bandingannya. Sejarah Islam penuh dengan perbuatan heroik, penuh pengorbanan demi tegaknya nilai-nilai kemanusiaan. Imam Khomeini ra menyatakan, “Islam tumbuh dan berkembang dengan pengorbanan dan kesyahidan putra-putra tercintanya.” Sejarah Islam sarat dengan kecemerlangan dan keungulan manusiawi. Ketika hari pembebasan kota Makah (Fathul Makah), semua kaum kafir Qurays yang selama ini memusuhi nabi dan Islam, tertaklukan. Mereka menunggu keputusan sang Panglima Islam, Muhammad SAWW. Sang nabipun bersabda tentang mereka, “Hari ini adalah hari yang penuh kasih sayang, kalian bebas dan aman dari gangguan siapapun.” Dua tempat yang disebut oleh Nabi Muhammad SAWW sebagai tempat paling aman bagi musuh-musuhnya untuk berlindung, rumah abu Sufyan (gembong Qurays yang sangat memusuhi nabi) dan Baitullah. Betapa manusiawinya, betapa cemerlangnya. Namun kecemerlangan sejarah Islam juga diselingi dengan beberapa titik kelam sejarah. Beberapa peristiwa kelam terjadi dalam dunia Islam, dan kita tidak boleh menutup diri untuk mempelajari dan mengkajinya terus menerus. Apalagi jika peristiwa-peristiwa tersebut mempengaruhi nasib masyarakat Islam selanjutnya. Mengabaikan peristiwa-peristiwa kelam itu begitu saja sama saja mengabaikan kesejahteraan kaum muslimin. Kita tidak bisa menutup mata dengan terjadinya perselisihan antara kaum muslimin yang justru terjadi sejak generasi awal. Semua bencana yang terjadi pada kaum muslimin disebabkan karena perselisihan. Ayat di atas pun mengungkapkan hal tersebut. Bahwa perselisihan ini terjadi karena adanya kedengkian dan orang-orang yang tidak mengetahui. Syahid Murtadha Muthahari dalam bukunya menceritakan, seorang Yahudi menemui Imam Ali as dan memberi komentar terhadap peristiwa-peristiwa yang terjadi pada periode awal Islam berkenaan dengan masalah kekhalifaan yang menimbulkan perselisihan antar sahabat bahkan berujung peperangan dan saling bunuh. Dia berkata, “Anda memakamkan nabi Anda persis pada saat mulainya perselisihan tentangnya.” Imam Ali as memberikan jawaban, “Anda salah, kami tidak memperselisihkan Nabi itu sendiri. Kami hanya berselisih soal petunjuk yang kami terima darinya. Namun kaki anda belum kering dari laut, anda mengatakan kepada nabi anda, tunjukkan bagi kami Tuhan sebagaimana tuhan-tuhan mereka. Dia berkata, kamu adalah orang-orang yang bodoh.” (Nahj al-Balaghah). Imam Ali as bermaksud mengatakan, “Perselisihan kami bukan mengenai prinsip-prinsip tauhid dan kenabian. Namun mengenai apakah Al-Qur’an dan Islam telah menyebutkan orang tertentu yang menjadi penerus nabi SAWW atau ummat yang berhak memilih penerus nabi SAWW. Kamu kaum Yahudi justru pada saat nabi kamu masih hidup sudah melontarkan pertanyaan yang bertentangan sama sekali dengan agama kamu dan ajaran nabi kamu.” Dan yang menjadi awal perselisihan kaum muslimin sepeninggal Rasul adalah siapakah yang akan menjadi penerus kepemimpinannya atas umat?. Apakah mungkin Islam dengan Al-Qur’annya tidak membahas tentang sesuatu yang maha penting ini ? sementara Allah SWT berfirman, ” Alif Lam Ra (inilah) kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi kemudian dijelaskan secara terperinci , (yang diturunkan) dari sisi (Allah) yang Maha Bijaksana dan Maha Teliti”. (Qs. Hud : 1). Apakah mungkin Islam sebagai syariat terakhir yang bahkan mengajarkan adab bersuci tidak memberi petunjuk satupun tentang persoalan kepemimpinan dalam Islam ?. Islam adalah prinsip hidup yang mencakup semua urusan duniawi maupun spiritual. Kelompok yang menyatakan Islam tidak mengurusi masalah politik, kepemimpinan dan pemerintahan sama saja melakukan sekularisasi dalam Islam. Syahid Murtdha Muthahari memberikan pemisalan yang bagus. Menurut beliau, hubungan antara agama dan politik seperti hubungan antara roh dan tubuh. Tubuh dan roh serta kulit dan isi harus selalu menjadi satu. Kulit melindungi isi agar tetap kuat. Islam memandang politik, pemerintah, undang-undang dan jihad sebagai sesuatu yang sangat penting untuk melindungi dan menjaga wawasan spritualnya, yaitu tauhid, supremasi nilai-nilai spiritual dan moral, keadilan sosial, persamaan hak dan perhatian terhadap sentiment manusia. Jika kulit dipisahkan dari isinya, maka isi akan rusak dan kulit menjadi menjadi sesuatu yang tidak berguna.
Imamah dan Penjagaan Islam
Kita akan mengawali pembahasan imamah dan penjagaan warisan spiritual Islam dari hadits Tsaqalain. Muslim meriwayatkan di dalam kitab Shahihnya, juz 4 hal 123 terbitan Beirut Lebanon, Zaid bin Arqam berkata, “Pada suatu hari Rasulullah SAWW berdiri di tengah-tengah kami dan menyampaikan khutbah di telaga yang bernama “Khum”, yang terletak antara Makah dan Madinah. Setelah mengucapkan hamdalah dan puji-pujian kepada-Nya serta memberi nasihat dan peringatan Rasulullah SAWW berkata, “Adapun selanjutnya, wahai manusia, sesungguhnya aku ini manusia yang hampir didatangi oleh utusan Tuhanku, maka akupun menghadap-Nya. Sesungguhnya aku tinggalkan padamu dua perkara yang amat berharga, yang pertama adalah kitab Allah, yang merupakan tali Allah. Barangsiapa yang mengikutinya maka dia berada di atas petunjuk, dan barang siapa yang meninggalnya maka ia berada di atas kesesatan.” Kemudian Rasulullah SAWW melanjutkan sabdanya, Adapun yang kedua adalah Ahlul Baitku. Demi Allah aku peringatkan kamu akan Ahlul Baitku, aku peringatkan kamu akan Ahlul Baitku, aku peringatkan kamu akan Ahlul Baitku.” Al-Hakim juga meriwayatkannya dalam al-Mustadraknya dari Zaid bin Arqam bahwa nabi bersabda pada Haji Wada’, “Sesungguhnya aku telah tinggalkan kepada kalian tsaqalain (dua peninggalan yang sangat berharga) yang salah satu dari keduanya lebih besar daripada yang lain, Kitabullah (Al-Qur’an) dan keturunanku. Oleh karena itu perhatikanlah kalian dalam memperlakukan keduanya sepeninggalku. Sebab sesungguhnya keduanya tidak akan pernah berpisah sehingga berjumpa denganku di Haudh.” Setelah menyebutkan hadits ini Al-Hakim berkata, “Hadits ini shahih sesuai syarat (yang ditetapkan Bukhari-Muslim).” Sebagaimana diketahui bahwa kaum muslimin sepakat untuk mensahihkan seluruh hadits yang diriwayatkan Imam Muslim, maka saya mencukupkan dengan hanya mengutip kedua hadits ini sebab dalam banyak kitab hadits ini pun dinukil. Rasul menyebut keduanya (Al-Qur’an dan Ahlul Baitnya) sebagai Tsaqalain yakni sesuatu yang sangat berharga. Keduanya sebagaimana hadits Rasulullah tidak akan pernah terpisah dan saling melengkapi. Keduanya tidak dapat dipisahkan, apalagi oleh sekedar perkataan Umar bin Khattab pada saat Rasulullah mengalami masa-masa akhir dalam kehidupannya, bahwa Al-Qur’an sudah cukup bagi kita. Rasulullah menjamin bahwa siapapun yang bersungguh-sungguh dan berpegang pada kedua tsaqal ini, maka tidak akan pernah mengalami kesesatan. Kemunduran dan penyimpangan kaum muslimin terjadi ketika mencoba memisahkan kedua tsaqal ini. Tentu saja sabda Rasul tentang Ahlul Baitnya yang tidak akan terpisah dengan Al-Qur’an bukan berdasarkan hawa nafsu pribadinya, sebab Allah SWT telah menjamin dalam Al-Qur’an bahwa apapun yang disampaikan Rasul adalah semata-mata wahyu dari-Nya. Pertanyaanya, mengapa Al-Qur’an saja tidak cukup menjadi petunjuk bagi kaum muslimin sepeninggal Rasulullah ?. Diantara jawabannya, semua kitab suci adalah kitab-kitab petunjuk yang mengandung prinsip-prinsip dasar petunjuk dan tidak menjelaskan prinsip-prinsip tersebut secara mendetail dan terperinci. Dan para Rasul diutus untuk menjelaskan kitab yang diwahyukan yang menjadi bukti kerasulannya, “Dan Kami tidak mengutus seorang Rasul pun melainkan dengan bahasa kaumnya, agar dia dapat memberi penjelasan kepada mereka. ” (Qs. Ibrahim : 4). Apakah semasa hidupnya Rasulullah telah menjelaskan kepada ummat Islam seluruh aturan-aturan dalam Al-Qur’an secara mendetail ? Niscaya kita akan menjawab tidak seluruhnya, sebab selama sepuluh tahun Rasulullah SAWW memerintah di Madinah, telah terjadi sekitar dua puluh tujuh atau dua puluh delapan peperangan (ghazwah) dan tiga puluh lima hingga sembilan puluh sariyah. Ghazwah adalah sebuah peperangan yang dipimpin langsung oleh Rasulullah SAWW, sedangkan sariyah adalah sebuah peperangan yang tidak langsung dipimpin olehnya. Akan tetapi, ia mengutus sebuah pasukan yang dipimpin oleh salah seorang sahabat yang telah ditunjuk olehnya. Tentu saja dengan berbagai kesibukan mengatur pertahanan dan peperangan menghadapi kaum kuffar pada awal-awal revolusi Islam membuat Rasululllah tidak sempat untuk menjelaskan semua maksud ayat-ayat Al-Qur’an secara terperinci. Sementara Allah SWT berfirman, ” Alif Lam Ra. (Inilah) kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi kemudian dijelaskan secara terperinci , (yang diturunkan) dari sisi (Allah) yang Maha Bijaksana dan Maha Teliti”. (Qs. Hud : 1). Dan di ayat lain, “Tidaklah Kami lalaikan sesuatu pun dalam Kitab ini.” (Qs. Al-An’am : 38). Berkembangnya paham-paham yang saling bertolak belakang misalnya antara paham Jabariyah dan Qadariyah yang masing-masing menjadikan Al-Qur’an menjadikan landasan pemikirannya, menjadi bukti bahwa kaum muslimin di awal perkembangan Islam mengalami kehilangan pegangan dalam memahami ayat-ayat Al-Qur’an. Bahwa sesungguhnya Rasul belum menjelaskan seluruhnya, walaupun agama ini telah sempurna, “Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu.” (Qs. Al-Maidah : 3 ). Sebab, “Kewajiban Rasul tidak lain hanya menyampaikan (risalah Allah).” (Qs. Al-Maidah : 99). Bukan berarti Rasulullah sama sekali tidak menjelaskan, “Dan Kami tidak menurunkan kepadamu al-Kitab ini, melainkan agar kamu dapat menjelaskan kepada mereka apa yang mereka perselisihkan itu dan menjadi petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman. ” (Qs. An-Nahl : 64), masalah ini berkaitan dengan Al-Qur’an sebagai mukjizat, berkaitan dengan kedalaman dan ketinggian Al-Qur’an, sehingga hukumnya membutuhkan penafsir dan pengulas. Al-Qur’an adalah petunjuk untuk seluruh ummat manusia sampai akhir zaman karenanya akan selalu berlaku dan akan selalu ada yang akan menjelaskannya sesuai dengan pengetahuan Ilahi. “Sungguh, Kami telah mendatangkan kitab (Al-Qur’an) kepada mereka, yang Kami jelaskan atas dasar pengetahuan, sebagai petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (Qs. Al-A’raf : 52). Dan menurut hadits Rasulullah Ahlul Baitlah yang meneruskan tugas Rasulullah untuk menjelaskan secara terperinci ayat-ayat Al-Qur’an. Penerus nabi adalah orang-orang tahu interpretasi ayat-ayat Al-Qur’an sesuai dengan makna sejatinya, sesuai dengan karakter esensial Islam, sesuai yang dikehendaki Allah SWT. Imam Ali as dalam salah satu khutbahnya yang dihimpun dalam Nahj Balaqah, khutbah ke-4, “Melalui kami kalian akan dibimbing dalam kegelapan dan akan mampu menapakkan kaki di jalan yang benar. Dengan bantuan kami kalian dapat melihat cahaya fajar setelah sebelumnya berada dalam kegelapan malam. Tulilah telinga yang tidak mendengarkan seruan (nasihat) sang pemandu”. Tentang Imam Ali as Rasulullah bersabda, “Aku adalah kota ilmu, sedangkan Ali adalah pintunya. Barang siapa yang menghendaki ilmu, hendaklah ia mendatangi pintunya” Hadits ini disepakati keshahihannya oleh kaum muslimin sebab banyak terdapat dalam kitab-kitab hadits, diantaranya At-Thabari, Hakim, Ibnu Hajar, Ibnu Katsir dan lainnya. Umar bin Khattab pun mengakui keilmuan Imam Ali as sebagaimana yang diriwayatkan Ath-Thabari, Al-Kanji Asy-Syati’i dan As-Shuyuti dalam kitabnya masing-masing, “Dari sanad Abu Hurairah, Umar bin Khattab berkata, “Ali adalah orang yang paling mengetahui di antara kami tentang masalah hukum. Aku mengetahui hal itu dari Rasululah maka sekali-kali aku tidak akan pernah meninggalkannya” Dalil yang menyatakan bahwa tidak hanya Rasulullah yang mengetahui makna Ilahiah Al-Qur’an, maksud sebagaimana yang diinginkan Allah SWT terdapat dalam ayat, “Sebenarnya (Al-Qur’an) itu adalah ayat-ayat yang jelas dalam dada orang-orang berilmu.” (Qs. Al-Ankabut : 49). Dan Ahlul Baitlah yang dimaksud dengan orang-orang berilmu tersebut.
Imamah dan Ahlul Bait
“Ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat : Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi. Mereka berkata, “Mengapa Engkau hendak menjadikan khalifah di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau ?” Tuhan berfirman, “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama seluruhnya, kemudian Dia perlihatkan kepadanya para malaikat, seraya berfirman, “Sebutkan kepada-Ku nama-nama semua ini, jika kamu yang benar.” (Qs. Al-Baqarah : 30-31).
Kisah ini sudah sangat masyhur di kalangan muslimin, tentang proses penciptaan awal manusia. Hanya saja ada pendapat yang ingin kami luruskan. Bahwa yang dimaksud Allah SWT akan menciptakan khalifah di muka bumi oleh sebagian besar orang ditafsirkan adalah manusia secara keseluruhan. Sehingga dianggap bahwa semua manusia di muka bumi ini adalah khalifah Allah. Sesungguhnya tidaklah demikian. Sebab jelas-jelas pada ayat di atas Allah menyebut ’seorang khalifah’, yang kemudian Dia menciptakan nabi Adam as, “Maka apabila Aku telah menyempurnakan (kejadian)nya, dan Aku telah meniupkan roh-Ku kedalamnya, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud.” (Qs. Al-Hijr : 29). Jadi yang dimaksud dengan seorang khalifah yang diciptakan dan dibekali dengan ilmu Ilahi adalah nabi Adam as. Sehingga para malaikatpun mengakui ketinggian derajat dan maqam sang Khalifah Allah yang baru saja diciptakan sembari bersujud di hadapan nabi Adam as. Dengan demikian, Al-Qur’an memberikan gambaran bahwa manusia pertama yang menginjakkan kakinya di muka bumi bukanlah sejenis manusia purba yang mengantungkan nasibnya pada kemurahan alam melainkan khalifah Allah di muka bujmi, yang memiliki otoritas Ilahi yang senantiasa memiliki kontak gaib dengan Allah SWT, “Aku telah meniupkan roh-Ku kedalamnya” dan menguasai ilmu tentang nama-nama berbagai sesuatu. Dan dengan firman Allah SWT, “Aku hendak jadikan seorang khalifah (wakil) di muka bumi.”, berarti di muka bumi akan senantiasa ada yang menjadi pemimpin otoritatif yang diangkat Allah SWT untuk menjadi khalifahnya. Akan tetap ada di muka bumi orang-orang yang menerima pengetahuan dari sumber Ilahiah. Imam Ali as berkata, “Pengetahuan masuk ke mereka, sehingga mereka mempunyai pengetahuan mendalam tentang kebenaran.” Mereka memiliki pengetahuan bukan hasil belajar dan terlepas dari kekeliruan. Mereka pun memiliki ‘Roh Tuhan’ yang menghubungkan mereka dengan dunia gaib. Imamah atau kekhalifaan terlalu berharga, terlalu tinggi untuk hanya disebut sebagai pemimpin sebuah pemerintahan. Imamah terlalu pelik dan rumit bagi manusia biasa untuk memilih dan mengangkat sendiri imam mereka. Imamah tidak dapat diputuskan dalam pemilihan. Sebab imamah bukan sekedar masalah mengurus ummat melainkan perwakilan Allah SWT di muka bumi. Karena itu hanya Allah SWT yang berhak memilih dan mengangkatnya. “Dan ingatlah ketika Ibrahim di uji Tuhannya dengan beberapa perintah, lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman:”Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu seorang Imam bagi umat manusia.” Ibrahim berkata, “(Dan aku mohon juga) dari keturunanku.” Allah berfirman :”Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang yang zalim.” (Qs. Al-Baqarah : 124). Ayat ini menunjukkan bahwa menurut Al-Qur’an ada satu lagi realitasselain nabi dan rasul yakni imam, sebab bukankah penunjukan Ibrahim sebagai imam setelah ia menjadi nabi dan rasul dengan berbagai ujian ?. Dalam ayat lain Allah SWT berfirman, “Dan Kami menganugerahkan kepadanya (Ibrahim), Ishak dan Yaqub sebagai suatu anugerah. Dan masing-masing Kami jadikan orang yang saleh. Dan Kami menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami, dan Kami wahyukan kepada mereka agar berbuat kebaikan, melaksanakan shalat, menunaikan zakat, dan hanya kepada Kami mereka menyembah.” (Qs. Al-Anbiya : 73). Di ayat lain, “…Kemudian Allah memberinya (Dawud) kerajaan dan hikmah dan mengajarinya apa yang Dia kehendaki.” (Qs. Al-Baqarah : 41). Dari ayat-ayat ini menunjukkan bahwa penunjukkan imam, khalifah ataupun pemimpin atas umat manusia adalah wewenang dan otoritas mutlak Allah SWT sebagaimana penunjukan nabi dan rasul. Nah, kita kembali sebagaimana yang saya gambarkan sejak awal bahwa Al-Qur’an mengisyaratkan bahwa sesungguhnya risalah yang dibawa Nabi Muhammad SAWW adalah kelanjutan aturan-aturan yang ditetapkan Allah SWT pada Bani Israil. Dan salah satunya, “Dan sungguh, Allah SWT telah mengambil perjanjian dari Bani Israil dan Kami telah mengangkat dua belas orang pemimpin di antara mereka.” (Qs. Al-Maidah : 12). Dan yang menyebabkan Bani Israil yang sebelumnya dilebihkan atas ummat-ummat yang lain kemudian menjadi berpecah belah dan tersesat, karena mereka melanggar janjinya, “(Tetapi) karena mereka melanggar janjinya, maka Kami melaknat mereka, dan Kami jadikan hati mereka keras membantu.” (Qs. Al-Maidah : 13). Sebagaimana perjanjian Allah SWT dengan Bani Israil, sepeninggal nabi Muhammad SAWW juga ada 12 khalifah, Bukhari-Muslim meriwayatkan, “Agama (Islam) akan selalu tegak kukuh sampai tiba saatnya, atau sampai dua belas khalifah, semuanya dari Qurays.” Semua kaum muslimin menerima periwayatan ini. Namun apakah semua mengakui kekhalifaan 12 orang sebagaimana yang diinformasikan Rasul bahwa seluruhnya berasal dari Bani Qurys ?. Bani Israil yang sebelumnya menjadi umat yang dilebihkan atas umat yang lain - “Wahai Bani Israil ! Ingatlah nikmat-Ku yang telah Aku berikan kepadamu dan Aku telah melebihkan kamu dari semua umat yang lain di alam ini.” (Qs. Al-Baqarah : 122) - kemudian dilaknat karena ketidak konsistensinya mereka terhadap perjanjian Ilahi. “Allah tidak mengubah kondisi suatu kaum kecuali kaum itu sendiri mengubah keadaan diri mereka sendiri.” (Qs. Ar-Ra’ad : 11). Dan pada ayat yang lain, “Yang demikian itu karena sesungguhnya Allah tidak akan mengubah suatu nikmat yang telah diberikan-Nya kepada suatu kaum, hingga kaum itu mengubah yang ada pada diri mereka sendiri. Sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.” (Qs. Al-Anfal : 53). Jadi sesungguhnya, bukan Allah SWT tidak menepati janjinya, bahwa umat Islam adalah umat yang terbaik, ummat yang diutus sebagai rahmat bagi seluruh alam, melainkan umat ini sendiri yang mengingkari nikmat dan anugerah yang telah diberikan. “Dan mengapa setiap kali mereka mengikat janji, sekelompok mereka melanggarnya ? Sedangkan sebagian besar mereka tidak beriman.” (Qs. Al-Baqarah : 100). Betapa pentingnya keberadaan Imam dan seorang Khalifah di muka bumi, “Dan kalau Allah tidak melindungi sebagian manusia dengan sebagian yang lain, niscaya rusaklah bumi ini. ” (Qs. Al-Baqarah : 251). Sebagian manusia yang menjadi pelindung atas manusia yang lainnya adalah Ahlul Bait sebagaimana hadits Rasulullah SAWW, “Perumpamaan Ahlul Baitku seperti bahtera Nuh, barangsiapa yang menaikinya niscaya ia akan selamat; dan barangsiapa tertinggal darinya, niscaya ia akan tenggelam dan binasa.” Seluruh ulama Islam sepakat akan keshahihan hadits ini yang dikenal sebagai hadits Safinah, diantaranya Al-Hakim, Ibnu Hajar dan Ath-Thabrani. Dan kitapun tahu dari informasi Rasulullah bahwa di akhir zaman akan muncul juru penyelamat yang akan menyelamatkan manusia dari berbagai kedzaliman dan menyebarkan keadilan di muka bumi, dialah yang dinanti-nantikan, Imam Mahdi as. Rasulullah SAWW bersabda, “Kiamat tidak akan tiba kecuali kalau dunia ini sudah dipenuhi dengan kezaliman dan permusuhan. Kemudian keluar setelah itu seorang laki-laki dari Ahlul Baitku memenuhi dunia dengan keadilan sebagaimana telah dipenuhi dengan kezaliman dan permusuhan.” Hadits-hadits Rasulullah SAWW tentang Imam Mahdi sangat banyak jumlahnya. Hanya saja, sejauh mana kita mencoba mengenali siapa yang termasuk Ahlul Bait nabi, siapakah mereka Imam 12 yang disebut Rasul berasal dari Bani Qurays, dan siapakan Imam Mahdi yang akan muncul di akhir zaman ?. Sebagai muslim adalah kewajiban untuk mengetahui dan taat kepada mereka, sebagaimana wajibnya kaum muslimin taat kepada titah Allah SWT yang termaktub dalam Al-Qur’an. Dalam Shahih Muslim, Rasulullah bersabda, “Barangsiapa yang meninggal dan tidak mengetahui imam zamannya, maka ia meninggal dalam keadaan jahiliyah.” Dan dalam Al-qur’an Allah SWT berfirman, “(Ingatlah), pada hari ketika Kami panggil setiap umat dengan imamnya.” (Qs. Al-Isra’: 71). Pertanyaan saya, siapa Imam anda ? Inilah sedikit jawaban kami mengapa membela keyakinan Syiah, membela pengikut dan pecinta Ahlul Bait Nabi SAWW. Yang memahami Al-Qur’an sebagaimana yang dipahami orang-orang terpilih dari kalangan Ahlul Bait Nabi. Imam Syafi’I ra berkata dalam salah satu syairnya : “Jika mencintai keluarga Muhammad dituduh sebagai Syiah, maka saksikanlah jin dan manusia, bahwa aku ini Syiah.” Sebab sebuah pertanyaan maha penting yang harus dijawab oleh orang-orang yang mengaku muslim. Apakah ajaran Islam sepeninggal nabi masih ada ? kalau masih ada, apakah ia utuh sebagaimana yang dipahami dan diajarkan nabi ? kalau masih utuh siapa yang mengajarkannya dan apa jaminannya ? kalau tidak utuh lagi sebagaimana persis yang dipahami dan diajarkan nabi apakah seorang muslim masih layak mendakwahkan bahwa dia berada pada jalan yang lurus dan termasuk golongan yang selamat ?. Bagi kami, orang-orang yang memahami Islam persis sebagaimana yang dipahami nabi adalah orang-orang terpilih dari Ahlul Baitnya. “Dan ingatlah apa yang dibacakan di rumahmu dari ayat-ayat Allah dan hikmah. Sungguh, Allah Maha Lembut, Maha Mengetahui.” (Qs. Al-Ahzab : 34). Dan inilah yang menjadi keyakinan kami. Islam yang kami yakini ini punya hak untuk tumbuh dan tetap hidup. Sebagaimana sebagian kaum muslimin menyandarkan pemahamannya mengenai Al-Qur’an sebagaimana yang dipahami Salafush Shalih yang dibatasi pada tiga generasi; sahabat, tabi’in dan tabi tabi’in ataupun yang memilih bertaqlid pada salah satu diantara empat mazhab. Menurut keyakinan kami, jika mazhab yang empat (Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali) itu selamat dan layak untuk tetap bertumbuh maka mazhab Ahlul Baitpun lebih selamat. Sebab tidak ada satupun dalil dari Al-Qur’an dan As-Sunnah yang mengarahkan kaum muslimin untuk mengikuti mazhab yang empat. Mengapa mereka dianggap sah untuk diikuti padahal meskipun hadits da’if bahkan palsu sekalipun tidak ada yang membenarkan kaum muslimin terpecah menjadi bermazhab-mazhab dan bergolong-golongan ?. Lalu mengapa Syiah yang mengaku sebagai pengikut Ahlul Bait harus dimusuhi, disisihkan dari golongan kaum muslimin bahkan dikafirkan ? Dan sesungguhnya, mazhab, agama atau apapun yang menjadi pilihan untuk kita yakini kelak akan dimintai pertanggungjawaban. “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya, pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan dimintai pertanggungjawaban. (Qs. Al-Isra’ : 36). Apakah saudara-saudara saya yang memilih salah satu mazhab dari empat mazhab yang diakui dalam Islam telah mempelajari dan membandingkan keempat mazhab seluruhnya, sehingga menjatuhkan pilihan pada mazhab Syafi’i misalnya ?. Pada akhirnya, saya harus mengutip perkataan Syahid Murthada Muthahari, “Kami, kaum Syiah, bangga mengikuti orang-orang terpilih keturunan Nabi SAWW. Kami menganggap tidak dapat dikompromikan setiap sesuatu yang dianjurkan atau dilarang oleh para Imam. Dalam hal ini kami tidak mau memenuhi harapan siapapun, kami juga tak mengharapkan orang lain meninggalkan prinsipnya atas nama kebijaksanaan atau demi persatuan Muslim. Yang kami harapkan dan inginkan adalah terciptanya atmosfer kemauan baik, sehingga kami, yang memiliki fiqh, hadits, tradisi, teologi, filsafat dan literatur sendiri, dapat menawarkan barang-barang kami sebagai barang-barang terbaik, sehingga kaum Syiah tak lagi diisolasikan, sehingga pasa-pasar penting dunia muslim tidak tertutup bagi informasi penting pengetahuan Islam syiah.” Qom, 7 April 2008

03 April, 2008

Antara Kesombongan dan Kita yang Bertumbuh

"Gnoti Seauton, Meden agan !"
-Kenali Dirimu dan Jangan Keterlaluan !-
-Diktum Akhlaq Plato-
Dalam salah satu kitabnya Ayatullah Uzma Nazir Makorim Syirazi menceritakan sebuah hadits yang menunjukkan kerendahan hati adalah salah satu syarat maqam kenabian. Salah seorang nabi dari Bani Israel pada suatu hari diminta oleh Allah SWT untuk menunjukkan orang yang lebih rendah maqamnya darinya. Sang nabi berhari-hari mencari seseorang yang bisa ditunjukkan kepada Allah SWT. Namun tak seorangpun mampu ia dapatkan. Ia merasa malu kepada Allah SWT kalau menganggap dirinya lebih unggul dari yang lain. Sampai matanya tertuju pada seonggok bangkai keledai. Ia pun menyeret bangkai ini beberapa langkah. Namun tiba-tiba terdengar suara gemuruh yang sangat keras memenuhi seantero langit. Allah SWT berfirman padanya : "Kalau kau sekali saja melangkahkan kakimu untuk menunjukkan bahwa bangkai itu lebih rendah darimu, maka kau akan kehilangan maqam kenabianmu". Sang Nabi pun tak berdaya, melepaskan bangkai keledai dari genggamannya dan jatuh terpekur, sembari memohon dengan sangat untuk diampuni.
Ayatullah Uzma Nazir Makorim Syirazi pun meragukan keshahihan hadits ini dari segi periwayatan tetapi beliau ingin menunjukkan moralitas dalam kisah ini. Bahwa sang Nabi pun yang sebagaimana maklum diketahui memiliki maqam yang istimewa di sisi Tuhan dibandingkan insan yang lain tetap tidak diperkenankan untuk merasa lebih dari yang lain. Kitapun teringat kisah tentang nabi Musa as yang menjawab pertanyaan ummatnya bahwa ia lah yang paling unggul diantara manusia karena maqam kenabiannya, sehingga ia pun diperintahkan untuk mencari Khaidir as, berguru tentang sebuah kerendahan hati. Seberapapun luas ilmu yang telah kita dapat, harta yang telah dikumpulkan atau kekuasaan yang telah diraih, tidaklah serta merta semua itu menjadi dalih kita lebih unggul dan merasa lebih istimewa dibanding yang lain. Rasulullah SAWW suatu hari dengan beberapa sahabatnya beristirahat di tengah perjalanan. Merekapun memutuskan untuk menyembelih seekor kambing untuk santapan perjalanan mereka. Salah seorang sahabat mengajukan diri untuk menyembelih kambing itu. Yang lain bersedia untuk mengulitinya dan ada pula yang menawarkan diri untuk memanggangnya. Rasulpun tiba-tiba bersabda, "kalau begitu saya yang akan mengumpulkan kayu bakar". Para sahabat serentak menolak, dan meminta untuk nabi beristirahat saja. Nabipun bersabda, "Saya tahu kalian semua mampu mengerjakannya, tetapi Allah SWT tidak menyukai orang yang merasa lebih istimewa dibanding yang lain".

Wahai diriku, bukankah terusirnya Iblis dari surga dan mendapat murka abadi Tuhan hanya karena merasa lebih istimewa dibanding nabi Adam as yang diciptakan belakangan dan dari tanah ? Sesungguhnya dosa yang paling purba adalah kesombongan dan merasa lebih unggul. Dosa pertama di langit, adalah kesombongan dan kedengkian Iblis terhadap Adam as dan dosa pertama di bumi adalah kedengkian Qabil terhadap saudaranya Habil. Dan para nabi di utus sesungguhnya untuk memerangi maksiat batin ini. "Katakanlah (Muhammad), "Sesungguhnya aku di utus untuk menyempurnakan akhlaq manusia." Tidaklah nabi Musa as diutus untuk memperingatkan Fir'aun kecuali karena kesombongan dan kedzaliman yang dilakukan terhadap Bani Israel, sebab bagaimanapun fitrah kemanusiaan tidak akan bisa memungkiri keberadaan Tuhan yang Maha Kuasa. Umat Nabi Nuh, Nabi Luth, kaum Madyan, Kaum A'ad, Qarun dan ummat-ummat terdahulu ditenggelamkan di bumi karena kesombongannya ketika diperhadapkan dengan kebenaran. Bal'am, seorang ulama Bani Israel yang karena ketaatan dan kedudukannya yang istimewa di sisi Allah SWT sehingga setiap do'anya niscaya dikabulkan Tuhan, menjadi contoh abadi ulama yang dimurkai karena kesombongannya di hadapan nabi Musa as bahkan mendoakan kebinasaan atas nabi Musa as dan pengikutnya. Sahabat-sahabat Nabi SAW pun mengakui keistimewaan dan keilmuan Imam Ali as atas mereka. Umar bin Khattab telah mengatakan dalam tujuh puluh tiga kali kesempatan, "Seandainya tidak ada Ali maka celakalah Umar." Namun sebagian dari mereka berani merampas hak kekhalifaan Imam Ali as dengan alasan, "Tidaklah kami menolak kekhalifaan Ali kecuali karena usianya yang lebih muda dan karena ketidakinginan kami kenabian dan kekhalifaan menyatu pada Bani Hasyim." Dan terpilihlah Abu Bakar di Saqifah karena keseniorannya sebagai pengganti dan penerus Nabi. Perkataan mereka terekam dengan baik dalam kitab-kitab Tarikh yang ditulis oleh ulama-ulama Sunni sendiri terlebih lagi ulama-ulama Syiah.
Dan tidak berlebihan pula disini saya menyebutkan, muslim Syi'ih oleh sebagian kaum muslimin di musuhi, difitnah bahkan dikafirkan karena kedengkian dan perasaan lebih unggul. Merasa hanya mereka yang berhak dikatakan kelompok muslim, golongan yang selamat bahkan berhak menguasai dan membuat kapling-kapling dalam surga. Pemikiran ini tak ubahnya seperti kaum Yahudi dan Nashrani, "Dan mereka (Yahudi dan Nasrani) berkata : Tidak akan masuk surga kecuali orang Yahhudi atau Nashrani. Itu (hanya) angan-angan mereka. Katakanlah, Tunjukkan bukti kebenaranmu jika kamu orang-orang yang benar." (Qs. Al-Baqarah : 111). Robert Lacey, penulis The Kingdom (Fortune, 1982) melukiskan perbedaan Sunni dan Syiah, bahwa Sunni lahir dari kalangan penguasa yang mendukung dan membuat fatwa untuk legitimasi kekuasaan. Bahkan Fazlur Rahman menulis dalam bukunya, "Membuka Pintu Ijtihad", "Orang-orang Sunni hampir selalu menjadi pendukung setiap pemimpin Negara." Sedangkan Syiah terlahir dari kalangan rakyat yang tertindas, dimana dan kapanpun dengan semangat kesyahidan Imam Husain as selalu berusaha meruntuhkan kekuasaan yang tiran dan dzalim.
Tidak ada yang lebih yang menghancurkan dan membinasakan dari kesombongan. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an : "Dan janganlah kamu memalingkan wajah dari manusia (karena sombong) dan janganlah berjalan dengan angkuh. Sungguh Allah tidak menyukai orang-orang sombong dan membanggakan diri." (Qs. Luqman : 18). Dan diayat lain disampaikan, bahwa Allah SWT tidak akan pernah memasukkan ke surga orang-orang yang dalam hatinya tertanam bibit-bibit kesombongan meskipun sebesar dzarrah (atom). Kesombongan merusak diri dan jiwa, merusak persatuan dan persaudaraan sebab merupakan pengingkaran fitrah kemanusiaan. Hanya Tuhan yang berhak untuk sombong, manusia yang lemah dan sangat bergantung sangat tidak pantas untuk menyombongkan diri. Karenanya dalam ratusan ayat Allah mengingatkan kelemahan manusia dan dari mana mereka berasal. Allah pun memilih bahasa dalam Al-Qur'an, "Dari setetes air yang hina". Kita boleh iri kepada seseorang karena kelebihan ilmu dan ketaatannya dalam beribadah tetapi kita tidak diperkenankan untuk iri hanya karena orang lain lebih kaya dan memiliki jabatan kekuasaan yang lebih tinggi. Begitupun sebaliknya, adalah kedurhakaan yang tak terperikan ketika merasa lebih unggul daripada orang lain. Imam Khomeini dalam salah satu wasiat kepada Sayyid Ahmad anaknya, "Anakku, yang tercela dan merupakan sumber segala kerusakan, kejahatan dan kehancuran serta merupakan seluruh kesalahan adalah kecintaan pada dunia yang tumbuh dari cinta diri." Cinta diri yang berlebihanlah yang mengajak seseorang pada rasa sombong yang pada ujungnya mengarah pada pelecehan hak-hak orang lain. Di atas gerbang peribadan Apollo tertulis diktum akhlaq Plato, "Gnoti seauton, meden agan !" (Kenali dirimu dan jangan keterlaluan). Sabda filsuf lainnya, kesombongan adalah aku yang membumbung tinggi. Kita bisa saja merasa lebih unggul tetapi bukan atas yang lain melainkan atas diri kita sendiri yang sebelumnya. Hal ini akan memotivasi diri kita untuk bertumbuh lebih baik. Kesombongan tak membuat kita menjadi apa-apa. Justru menjerumuskan kita pada jurang kehancuran. Kesombongan menghambat pertumbuhan diri, sebab telah merasa cukup dan tidak butuh siapapun. Padahal sesungguhnya, hanyalah menipu diri sendiri. Orang besar ketika dianugerahi ilmu maka ia akan merasa kecil. Sedangkan orang kecil ketika dianugerahi ilmu, akan merasa besar. Sebagai penutup tulisan ini, saya ceritakan sebuah kisah tentang seorang hakim yang sangat cerdas dan memiliki ilmu yang luas. Dia hidup pada masa Harun ar-Rasyid. Setiap permasalahan yang dihadapkan padanya, bisa ia selesaikan dengan baik. Sampai akhirnya timbullah kesombongan dalam hatinya, bahwa ialah orang yang paling cerdas seantero dunia. Dia memaklumkan diri bahwa tak ada yang bisa menipu dan membodohi dirinya. Sampai di suatu jalan ia bertemu dengan Bahlul. Seorang yang dikenal gila. Bahlul berkata padanya, "Hakim yang agung, apa benar tidak ada seorang pun yang bisa menipumu ?." Hakim pun mengiyakan pertanyaan itu sembari tetap berjalan dengan pongahnya. Bahlul kembali berkata, "Seandainya saya dalam keadaan tidak sibuk, aku bisa menipumu." Sang hakimpun tersentak, ia merasa malu kalau tidak memberi Bahlul kesempatan. Apalagi pada saat itu orang-orang memperhatikan percakapan mereka. Ketika Bahlul diberi kesempatan, ia pun berjanji menyelesaikan kesibukannya dan akan kembali setelah dua jam. Sang Hakim pun menunggu Bahlul. Setelah dua jam, Bahlul belum juga memunculkan dirinya. Tiba-tiba Sang Hakim tersadar, malu dan sembari menggerutu ia berkata :"Baru pertama kali ini, aku berhasil ditipu, dan itupun oleh seorang yang gila."
Wallahu 'alam Bishshawwab
Qom, 2 April 2008.